Berikut
ini saya ingin berbagi tentang Manfaat Muhasabah diri, yang saya salin dari
buku “MANAJEMEN QALBU: Melumpuhkan Senjata Syetan”, (Mawaridul
Aman Al-Muntaqa min Ighatsatul Lahfan fi Mashayidisy Syaithan, Penulis:
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah), Penerjemah: Ainul Haris Umar Arifin Thayib, Lc.
Muhasabah
diri sangat dianjurkan Karena dengan muhasabah manusia dituntut untuk
memperhitungkan dirinya sendiri sebelum dia diperhitungkan nanti segala amalnya
di hadapan Allah SWT..
"Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hart esok (akhirat)." (Al-Hasyr: 18).
Dunia
hanyalah tempat singgah, manusia tidak kekal di dalamnya. Hari esok (akhirat)
itulah perjalanan yang dituju yang kekal dan abadi, tempatnya kembali. Dalam
menempuh perjalanan itu manusia dituntut berhati-hati dan senatiasa bermuhasabah
dalam mempersiapkan hari esoknya itu.
Muhasabah
diri mendatangkan banyak manfaat, dalam tulisannya Ibnu Qoyyim menghimpunnya dalam dua hal (di antaranya), yaitu : Mengetahui aib diri sendiri dan mengetahui hak Allah
Pertama,
bisa mengetahui aib diri sendiri. Orang
yang tidak mengetahui aib dirinya dia tak akan mampu menghilangkannya.
Tetapi jika dia mengetahui aib dirinya, maka ia akan membencinya karena Allah.
Imam
Ahmad meriwayatkan*' dari Abu Darda' Radhiyallahu Anhu, "Tidaklah
seseorang memiliki pemahaman yang dalam sampai ia membenci manusia karena Allah,
kemudian ia kembali kepada dirinya sendiri, lalu ia lebih membenci terhadap dirinya."
Abu
Hafsh berkata, "Siapa yang tidak berprasangka buruk kepada nafsunya
sepanjang waktu, tidak menyelisihinya dalam setiap keadaan, serta tidak
menyeretnya pada apa yang dibencinya sepanjang waktunya, maka orang itu telah
terperdaya. Dan siapa yang melihat kepada nafsu-nya dan menganggap baik sesuatu
daripadanya maka sesuatu itu telah menghancurkannya."
Nafsu
senantiasa mengajak pada kehancuran, membantu para musuh, menginginkan setiap
keburukan, mengikuti setiap yang jahat, dan secara tabi'at, ia senantiasa
menyelisihi (kebaikan). Maka nikmat yang tak terbayangkan besarnya adalah ke
luar dari belenggu nafsu itu serta melepaskan diri dari perbudakannya. Sebab
nafsu adalah pembatas antara hamba dengan Allah. Dan orang yang paling
mengetahui tentang nafsu adalah orang yang
paling menjauh dan paling benci padanya. Dan kebencian terhadap nafsu
karena Allah adalah di antara sifat orang-orang yang benar. Dan dengan
kebencian sekejap saja terhadap nafsu itu seseorang menjadi dekat kepada
Allah Ta'ala, bahkan berlipat-lipat dari kedekatan karena
beramal.
Kedua, dengan muhasabah ia menjadi tahu hak Allah Ta'ala.
Dan siapa yang tidak mengetahui hak Allah atas dirinya, maka ibadah nya kepada
Allah SWT hampir tak bermanfaat sama
sekali, ibadahnya sungguh sangat sedikit sekali manfaatnya. Dan sesuatu yang
termasuk paling bermanfaat bagi hati adalah merenungkan hak Allah atas hamba-Nya. Karena hal itu akan mengakibatkan
kebenciannya terhadap nafsunya, ia akan
menjauhkan diri daripada-nya, ia akan membersihkan diri dari ujub
(bangga diri) dan riya'.
Sebalik-nya hal itu akan membukakan untuknya pintu rendah diri, kehinaan dan ketidak berdayaan di
hadapan Tuhan, ia akan menyesalkan
nafsu-nya, dan bahwa keselamatan tak akan ia dapatkan kecuali dengan ampun-an,
maghfirah dan rahmat Allah. Dan sungguh di antara hak-hak Allah adalah Dia
wajib ditaati dan tidak diingkari,
Ia wajib diingat tidak boleh dilupakan,
wajib disyukuri dan tidak boleh dikufuri.
Siapa
yang merenungkan hak-hak ini niscaya ia
mengetahui dengan seyakin-yakinnya bahwa dia tidak mampu melakukannya sebagaimana mestinya. Dan
bahwa tak ada lagi yang diharapkannya selain ampunan dan maghfirah Tuhannya,
dan seandainya ia ditimbang sesuai dengan amalnya maka ia akan binasa.
Inilah
yang menjadi perenungan para ahli
ma'rifat (yang mengetahui) Allah
Ta'ala dan diri mereka sendiri.
Dan ini pula yang menjadi-kan mereka menyesalkan dirinya dan menggantungkan
semua harapan mereka kepada ampunan dan rahmat Tuhannya.
Jika
Anda melihat kondisi sebagian besar manusia, tentu keadaan mereka adalah
kebalikannya. Mereka mempertanyakan hak mereka atas Allah, dan tidak
mempedulikan hak Allah atas mereka. Dan dari sini kemudian mereka terputus dari
Allah, dan hati mereka menjadi tertutup dari mengetahui, mencintai dan merindui
pertemuan dengan-Nya, juga tidak bisa menikmati dzikir kepada-Nya. Dan yang demikian itu adalah puncak kebodohan
manusia terhadap Tuhan dan dirinya.
Karena
itu muhasabah diri adalah melihatnya
hamba pertama kali terhadap hak Allah atas dirinya. Selanjutnya ia melihat
apakah dirinya telah mewujudkan hak tersebut? Dan itulah sebaik-baik
perenungan. Karena ia akan menghantarkan hati kepada Allah serta
melemparkan-nya di hadapan-Nya sebagai seorang yang rendah dan nista tetapi dengannya
ia mendapatkan penawarnya, menjadikannya sebagai seorang yang fakir dan papa
tetapi dengan itulah kekayaannya,
menjadikannya hina tetapi dengan itulah kemuliaannya..
(Disalin dan dirangkum
dari buku “MANAJEMEN QALBU: Melumpuhkan Senjata Syetan”, Judul Asli: Mawaridul Aman Al-Muntaqa min Ighatsatul
Lahfan fi Mashayidisy Syaithan, Penulis: Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah,
Penerjemah: Ainul Haris Umar Arifin Thayib, Lc.; Cetakan VI, Darul Falah
Jakarta, 200)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar